Rabu, 02 Mei 2012

Problematika Pengembangan Ternak Kerbau Di Indonesia

Oleh:
Munaji Dwi Ananto
D1B40 08 052





I.                    PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Sewaktu nenek moyang bangsa Indonesia yang berasal dari Indo China sampai di Nusantara yang saat ini dikenal dengan nama Indonesia, mereka melihat hewan yang sama dengan hewan yang ada di negeri asalnya.  Hewan tersebut adalah hewan yang pada saat ini disebut kerbau. Phenomena ini menunjukkan bahwa kerbau sudah ada di negeri kita sudah sejak lama dan mungkin pula merupakan hewan asli Asia termasuk Indonesia. Dugaan ini didasarkan pada para pendatang dari Indo China tersebut telah mengenal kerbau di negeri asalnya dan menemukan hewan yang sama di negeri yang baru didatanginya.
Ternak kerbau memegang peranan yang sangat penting bagi status sosial budaya masyarakat pedesaan. Sejak dahulu, masyarakat berpendapat bahwa apabila seseorang memiliki ternak kerbau maka dianggap sebagai orang yang memiliki harta banyak dan berderajat tinggi. Sehingga ternak kerbau dimanfaatkan pada acara-acara tertentu sebagai simbol kebesaran seperti acara perkawinan yang dikenal dengan sebutan “potong kerbau”, yang dilaksanakan secara adat setempat.
Kerbau umumnya dipelihara secara tradisional di tempat-tempat khusus, seperti sungai, semak-belukar, pinggir hutan atau rawa. Hal ini menunjukkan bahwa kerbau belum banyak disentuh teknologi, sehingga peningkatan populasinya sangat lamban dibandingkan dengan ternak ruminansia lainnya (Baikuni 2002; Hardjosubroto 2004; Suhardono 2004; Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan 2005).
Kerbau rawa merupakan salah satu plasma nutfah daerah Kalimantan Selatan. Kerbau ini biasanya dipelihara di daerah yang banyak air atau dataran rendah berpaya-paya, serta memiliki daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan rawa yang banyak ditumbuhi semak-semak dan rumput rawa (Dilaga 1987). Suhardono (2004) melaporkan, selama 5 tahun terakhir populasi kerbau rawa menurun. Penurunan ini diduga berkaitan dengan system pengusahaannya yang masih secara tradisional. Penyebab lainnya adalah tingginya jumlah pemotongan, terbatasnya pakan dan padang penggembalaan alami, penampilan produksi belum maksimal, angka kelahiran rendah, dewasa kelamin dan selang beranak (calving interval) relative panjang, dan kurang tersedianya pejantan.
Faktor dominan terjadinya penurunan populasi disebabkan kurangnya pengetahuan peternak kerbau mengenai ilmu dan teknologi reproduksi, seperti dikemukakan oleh Toelihere (2001) bahwa ilmu dan teknologi pemahaman dan penerapan ilmu dan teknologi reproduksi pada kerbau harus dipadukan dengan kondisi lingkungan dan ekosistem daerah yang bersangkutan. Pola atau ekosistem beternak dan manajemen, latar belakang budaya masyarakat setempat dengan motif-motif sosial dan ekonomi beternaknya.
1.2  Rumusan Masalah
Bagaimana mengetahui Problematika Pengembangan Ternak Kerbau di Indonesia.
1.3  Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang dapat dicapai dalam makalah ini adalah untuk mengetahui Problematika Pengembangan Ternak Kerbau di Indonesia sedangkan manfaat makalah ini adalah sebagai bahan acuan dan informasi tentang ruminansia besar khususnya ternak kerbau bagi pembaca.

II.                 PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi dan Ciri Umum Ternak Kerbau
Kerbau (buffalo) merupakan salah satu ruminansia besar yang keberadaanya telah menyatu sedemikian rupa dengan kehidupan sosial dan budaya petani Indonesia. Perkembanganya di Indonesia relatif kurang mendapat perhatian dari semua fihak (pemerintah, perguruan tinggi, serta pengusaha) tidak sepopuler sapi perah dan sapi potong. Walupun demikian, kontribusinya terhadap pembangunan peternakan Indonesia cukup penting karena merupakan sebagai penyedia lapangan kerja bagi sebagian peternak miskin yang serba keterbatasan modal.         
Murtidjo (1992) menjelaskan bahwa melihat karakteristiknya sampai sekarang kerbau masi tergolong hewan primitif yang memiliki leher relatif panjang, sanggup hidup dengan makanan sederhana, cenderung hidup dan berkembangbiak di daerah yang cukup air. Ciri khas kerbau yang mencolok ialah pertumbuhan tanduk yang cepat, telinga besar, mulut panjang, rambut/bulu jarang, kaki pendek dengan bercak besar serta jari jari belakang tumbuh subur.
            Kerbau dan sapi memiliki kerabat dekat, namun berlainan jenis, kerbau termasut jenis Buballus, sedang sapi tergolong Bovidoke, sehingga kedua jenis ternak  ini tidak bisa dikawinkan untuk memperoleh keturunan baru. Perkembangaan kerbau selanjutnya ternyata tidak seragam, melainkan miliki spesifikasi dan kekhususan masing –masing. Perkembangan populasi kerbau relatif lambat, yaitu rata-rata 1,4% per tahun. Kerbau merupakan modifikasi antara bentuk antelope dan sapi, yang di Indonesia. Kerbau dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: (1) Anoa (Buballus depresicornis), khususnya terdapat di Sulawesi. (2) Borneo buffalo (Buballus  arneehosei) khususnya kerbau lumpur yang ada di Kalimantan. (3) Kerbau Banten Delhi, adalah kerbau yang terdapat di Sumatera dan dikenal sebagai kerbau sungai. (4) Bos arni adalah kerbau yang terdapat di Asia Tenggara dan hampir identik  dengan kerbau lumpur  dan merupakan keturunanya (Murtidjo, 1992).
            Meskipun diketahui  hanya terdapat satu bangsa kerbau lumpur atau rawa, namun terdapat subgroup tertentu dari kerbau rawa yang tampaknya mempunyai ciri khas tertentu. Sebagai contoh kerbau Thailand yang mempunyai berat dewasa sekitar 450-550kg yang tergolong sebagai kerbau rawa berukuran besar. Sementara itu kerbau rawa  dari daratan Cina  memiliki berat badan 250 kg, Burma 300 kg, dan di Laos 550-600 kg. Besar kecilnya berat badan kerbau rawa tersebut akan mempengaruhi  nilai produktivitasnya sebagai ternak kerja di sawa. Kerbau di duga mempunyai kemampuan usaha  tarik beban sebesar 10% dari berat badanya. Besar kecilnya kemampuan usaha tarik  ini erat kaitannya dengan jenis tanah yang  dapat diolahnya, kedalaman tanah bajakannya, lebar sempitnya mata sisir guru tanah (Murti, 2002).
2.2 Perkembangbiakan Ternak Kerbau
            Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak kerbau adalah melalui peningkatan populasi, Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan populasi ternak kerbau adalah penampilan reproduksi ternak bersangkutan. Sehubungan dengan aspek reproduksi maka sistem perkawinan pada ternak kerbau dapat terjadi secara kawin alam dan inseminasi buatan (IB). Waktu pengawinan dan jumlah perkawinan memegang peranan penting dalam menentukan efesiensi reproduksi ternak. Perkawinan tepat waktu adalah upaya mengawinkan kerbau betina dengan pejantan unggul pada waktu masa birahi sebelum terjadinya ovulasi sehingga terjadi angka konsepsi yang tinggi. Ovulasi pada ternak kerbau  terjadi 15-18 jam  sesudah akhir birahi atau 35-45 jam sesudah munculnya gejala birahi. Pembuahan terjadi  antara 5-6  jam setelah ovulasi (Hastono, 2008).
            Salah satu syarat agar perkawinan dapat dilakukan tepat waktu, baik dalam perkawinan yang ditangani (hand mating) maupun perkawinan secara IB, maka hendaknya para peternak mengetahui tanda tanda birahi.
            Tujuan utama kawin tepat waktu ialah untuk memperpendek jarak beranak (calving interval), dimana kerbau induk dikawinkan  kembali paling lama 60 hari setelah beranak dan jumlah perkawinan (S/C) sehingga diharapkan tidak lebih dari dua kali. Kenyataan di lapangan  sebagian besar jarak beranak kerbau, karena service periode (SP) masih relatif panjang yakni 20-24 bulan. Akibatnya dari jarak beranak yang sangat panjang sehingga peningkatan populasi terlambat. Melalui pengamatan birahi yang akurat, sehingga ternak kerbau betina dapat dikawinkan lebih tepat waktu. Upaya ini dapat menghasilkan jarak beranak sependek mungkin sekitar 13- 15 bulan (Dwiyanti, 2006).
            Kriteria seleksi bibit ternak kerbau untuk agroekosistem dataran tinggi berdasarkan ukuran tubuh minimal; tinggi pundak 122 cm, tinggi panggul 126 cm, panjang badan 121 cm  dan lingkar dada 179 cm. Ukuran tubuh betina dewasa: tinggi pundak 126 cm, tinggi panggul 126 cm, panjang badan 127 cm dan lingkar dada 191 cm untuk jantan dewasa. Ternak bibit yang akan dipilih sebaiknya memiliki ukuran tubuh minimal sama dengan ukuran tubuh tersebut (Triwulaningsi, 2007).
2.3 Problematika Pengembangan Ternak Kerbau
Faktor penyebab menurunnya populasi kerbau di Indonesia tidak jauh berbeda dengan di negara-negara Asia lainnya. Penurunan produktivitas kerbau disebabkan faktor internal dan faktor eksternal.
a.      Faktor internal
1.      Masak lambat
Kerbau termasuk ternak yang lambat di dalam mencapai dewasa kelamin (Subiyanto, 2010). Pada umumnya kerbau mencapai pubertas pada usia yang lebih tua, sehingga kerbau mencapai dewasa kelamin pada usia minimal 3 tahun (Toelihere, 1985; Do Kim Tuyen dan Nguyen Van LY, 2001); 2 – 3 tahun (Lendhanie, 2005); 2 – 2,5 (Subiyanto, 2010).
2.      Lama Bunting
Kerbau akan mengandung anaknya selama 10,5 bulan, sedangkan sapi hanya 9 bulan. Menurut Keman (2006) lama bunting pada kerbau bervariasi dari 300 – 334 hari (rata-rata 310 hari) atau secara kasar 10 bulan 10 hari. Dikemukakan pula oleh HILL (1988) bahwa lama bunting pada kerbau lebih lama dan lebih bervariasi. Untuk kerbau kerja lama bunting kerbau di Mesir bervariasi dari 325 sampai 330 hari. Hasil penelitian Landhanie (2005) di Desa Sapala, Kecamatan Danau Panggang lama bunting kerbau rawa mencapai 1 tahun.
3.      Berahi tenang
Tanda-tanda berahi pada kerbau, umumnya tidak tampak jelas (Subiyanto, 2010). Sifat ini menyulitkan pada pengamatan berahi untuk program inseminasi buatan. Meskipun fenomena ini bisa diatasi dengan menggunakan jantan, namun kelangkaan jantan dan system pemeliharaan yang terkurung memungkinkan perkawinan tidak terjadi.

  1. Waktu berahi
Umumnya berahi pada kerbau terjadi pada saat menjelang malam sampai agak malam dan menjelang pagi atau saat subuh atau lebih pagi (Toelihere, 2001). Menurut Hill (1988) tanda-tanda berahi dan aktivitas perkawinan pada kerbau di Mesir umumnya pada kerbau terjadi pada malam hari. Pada saat seperti ini umumnya kerbau-kerbau betina di Indonesia sedang berada dalam kandang yang tertutup, yang tidak memungkinkan terjadinya perkawinan.

  1. Jarak beranak yang panjang
Jarak beranak yang panjang merupakan implikasi dari sifat-sifat reproduksi lainnya. Pada kerbau kerja jarak beranak bervariasi dari 350 sampai 800 hari dengan rata-rata 553 hari (Keman, 2006). Menurut Hill (1988) jarak beranak pada kerbau bervariasi dari 334 hari sampai 650 hari, tergantung pada manajemen yang dilakukan. Menurut Landhanie (2005) jarak beranak pada kerbau rawa antara 18 sampai 24 bulan.

  1. Beranak pertama
Panjang sifat-sifat produksi lain akan berpengaruh langsung terhadap beranak pertama pada kerbau. Hasil survei di Indonesia terutama di NAD, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Sulawesi Selatan, umur pertama kali kerbau beranak masing-masing 45,0; 49,6; 47,7; 49,1; 45,6 dan 49,2 bulan dengan rata-rata 47,7 bulan (Anonimaus, 1985 yang dikutip Keman, 2006). Sementara itu, di Brebes, Pemalang, Semarang dan Pati rata-rata umur kerbau pertama kali beranak, berturutturut adalah 44, 40, 44 dan 42 bulan (Suryanto, et al. 2002 yang dikutip Keman, 2006).

b.      Faktor Eksternal

Diantara faktor eksternal, ada yang berpengaruh langsung terhadap performan reproduksi dan ada yang berpengaruh tidak langsung. Reproduksi adalah suatu proses yang rumit pada semua species hewan. Rumit karena reproduksi tergantung pada fungsi yang sempurna proses-proses biokimia dari sebagian besar alat tubuh. Ovulasi, birahi, kebuntingan, kelahiran dan laktasi, itu semua tergantung dari fungsi yang sempurna dari berbagai hormone dan alat tubuh. Setiap abnormalitas dalam anatomi atau fisiologi dari alat reproduksi berakibat fertilitas menurun atau dapat menyebabkan sterilitas (Anggrodi, 1979).
Faktor eksternal yang berpengaruh langsung terhadap performa reproduksi adalah:

  1. Pakan

Kontribusi pakan sangat kuat pengaruhnya terhadap performan reproduksi. Makanan berperan penting dalam perkembangan umum dari tubuh dan reproduktip (Tillman et al.,1983). Peternak kerbau di negara kita pada dasarnya merupakan peternak tradisional dan merupakan kegiatan yang turun menurun sehingga pemberian pakan umumnya di dapat pada saat digembalakan. Rumput yang tumbuh di lapangan, di pematang sawah atau pinggirpinggir jalan adalah pakan yang tersedia pada saat digembalakan. Pakan yang diberikan di kandang umumnya jerami kering yang kadang-kadang disiram larutan garam dapur. Pada musim kemarau ketersediaan rumput alam akan sangat menurun jumlahnya dan secara langsung akan berpengaruh terhadap asupan pakan pada ternak. Pakan dengan kualitas dan kuantitas seperti ini akan berpengaruh tidak baik terhadap performa reproduksi. Diperparah lagi oleh tugas yang harus dilakukan pada saat musim mengolah sawah. Meskipun salah satu keunggulan kerbau adalah mampu memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah, namun untuk mendapatkan performan reproduksi yang baik memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitas.
  1. Sosial Budaya

Beberapa daerah di Indonesia yang secara sosial budaya berkaitan dengan kerbau menunjukkan populasi kerbau yang tinggi. Keterkaitannya bisa berupa dalam adat istiadat atau kebutuhan tenaga kerja. NTB, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan keterkaitannya lebih pada adat istiadat yang turun temurun. Di Sumatera Barat, kerbau mempunyai arti sosial yang sangat khas. Rumah adat dan perkantoran pemerintah mempunyai bentuk atap yang melengkung melambangkan bentuk tanduk kerbau. Diduga kata “Minangkabau” berasal dari “Menang Kerbau (Hardjosubroto, 2006).
Pada masyarakat Batak dikenal upacara kematian seperti saur matua dan mangokal hili. Bagian dari rangkaian upacara tersebut biasanya dilaksanakan pesta syukuran adat yang disertai pemotongan kerbau. Pemotongan kerbau juga dilakukan pada saat upacara perkawinan, horja bius (acara penghormatan terhadap leluhur, dan pendirian rumah adat (Susilowati, 2008).
Bagi etnis Toraja, khususnya Toraja Sa’dan, kerbau adalah binatang paling penting dalam kehidupan sosial mereka (Nooy-Palm, 2003 yang dikutip Stapanus, 2008) Selain sebagai hewan untuk memenuhi kehidupan sosial, ritual maupun kepercayaan tradisional, kerbau juga menjadi alat takaran status sosial dan alat transaksi. Dari sisi sosial, kerbau merupakan harta yang bernilai tinggi bagi pemiliknya (Issudarsono, 1976 yang dikutip Stephanus, 2008). Kerbau juga merupakan hewan domestik yang sering dikaitkan dengan kehidupan masyarakat yang bermata pencaharian di bidang pertanian.
Di Banten, kerbau selain digunakan sebagai hewan kerja juga masyarakatnya sangat fanatic terhadap daging kerbau. Menurut Patheram dan Liem(1982) selera masyarakat Banten terhadap daging kerbau cukup tinggi dibandingkan dengan daging sapi. Di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur lebih pada kebutuhan tenaga kerja. Hal ini menunjukan bahwa budaya masyarakat sangat berperan terhadap perkembangan populasi kerbau. Populasi kerbau di Indonesia terdapat di seluruh provinsi, karena kerbau mempunyai daya adaptasi yang sangat tinggi. Kerbau bias berkembang mulai dari daerah kering di NTT dan NTB, lahan pertanian yang subur di Jawa hingga lahan rawa di Sulawesi Selatan, Kalimantan dan daerah pantai utara Sumatera (Asahan sampai Palembang). Selain itu pengembangannya juga tidak akan menghadapi hambatan selera, budaya dan agama.

2.4 Upaya Mengatasi Problematika Pengembangan Ternak Kerbau
Banyak faktor yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan populasi dan kualitas kerbau. Namun yang bisa dilakukan melalui efisiensi reproduksi adalah:

v  Komitmen yang berkelanjutan. Penurunan populasi kerbau di daerah-daerah tertentu sudah lama terjadi, namun sampai sejauh ini dorongan pemerintah, terutama pemerintah daerah belum nyata mendorong perkembangan populasi di daerahnya masing-masing. Tidak sedikit peternak kerbau berlokasi jauh dari pusat pemerintahan sehingga banyak yang tidak tersentuh oleh laju pembangunan. Fasilitas untuk peningkatan populasi baik software maupun hardware belum sampai ketangan peternak kerbau. Peternak kerbau seolah berjalan sendiri tanpa tahu kemana tujuannya.

v  Pembentukan kelompok ternak memungkinkan dapat mendorong peningkatan populasi. Dalam kelompok para peternak bisa merencanakan usaha yang akan dilakukan sehubungan dengan peningkatan populasi, termasuk terbentuknya kandang kelompok. Kandang kelompok bila dikelola dengan baik dengan kesadaran yang tinggi dapat memecahkan masalah ketiadaan jantan dan keterlambatan perkawinan.

v  Melakukan seleksi, baik pada kerbau betina maupun pada kerbau jantan, terutama pada kerbau jantan. Mengingat satu ekor jantan dalam 1 tahun mampu mengawini 50 ekor betina dan bila semua berhasil bunting maka akan lahir anak kerbau yang genetikanya baik. Pada saat ini justru kerbau betina atau jantan yang tampilannya lebih besar adalah yang paling cepat masuk rumah potong. Peran pemerintah disini melakukan penjaringan agar fenomena yang sudah lama terjadi ini bisa dihentikan minimal dikurangi.

v  Peternak yang memiliki kerbau yang baik dan memenuhi standar bibit perlu mendapat penghargaan dengan memberikan sertifikat. Hal ini bias merangsang prestasi selanjutnya dan akan berpengaruh positif terhadap lingkungan.

v  Mengembangkan program inseminasi buatan pada daerah-daerah yang  padat populasi kerbaunya. Penerapan inseminasi buatan (IB) pada kerbau adalah salah satu cara untuk mengatasi terbatasnya pejantan unggul sepanjang secara sosial ekonomi dapat dipertanggungjawabkan (Subiyanto, 2010) Peran pemerintah harus mengaktifkan kembali produksi mani beku kerbau di Balai-Balai Inseminasi Buatan. Dengan Inseminasi Buatan juga dapat mencegah terjadinya kawin silang dalam.

v  Peningkatan pendidikan inseminator. Inseminator Buatan pada ternak bukan pekerjaan mudah. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan keterampilan, lebih-lebih pada kerbau yang saat berahinya sulit diamati. Meskipun demikian bila kita mau kita bisa. Pengalaman telah menunjukkan bahwa beberapa tahun yang lalu pada sapi potong, yang pada saat itu sulit melakukan inseminasi buatan pada sapi potong karena sapi potong terutama sapi lokal juga memperlihatkan berahi tenang. Pada saat ini dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan para inseminator, inseminasi buatan pada sapi potong sudah biasa dilakukan dengan prestasi yang baik.


v  Lokasi peternak kerbau yang umumnya masih berjauhan, akan menyulitkan pelaksanaan inseminasi buatan. Seorang inseminator mungkin saja melayani peternak yang jaraknya dari pos bias belasan kilometer. Dalam rangka mempercepat peningkatan populasi maka program sinkronisasi birahi waktu pelaksanaan dan jumlah yang akan diinseminasi bisa diatur dan fasilitas inseminasi bisa lebih efisien. Penggunaan teknik sinkronisasi birahi akan mampu meningkatkan efisiensi produksi dan reproduksi kelompok ternak, disamping juga mengoptimalisasi pelaksanaan inseminasi buatan dan meningkatkan fertilitas kelompok (Wenkop, 1986 yang dikutip Sujarwo). Namun hasil fertilisasi sekarang pada umumnya masih rendah, karena ternyata ada problem lain yang muncul (Rajamahendran dan Thomatharam, Tahun 1988 yang dikutip dari Sujarwo).

v  Untuk meningkatkan mutu genetik kerbau di suatu wilayah, bisa dilakukkan dengan membeli pejantan unggul hasil seleksi dari wilayah lain atau menggunakan pejantan IB. Persilangan dengan tipe kerbau lain seperti dengan tipe perah juga biasa dilakukan dengan harapan keturunannya bias menghasilkan susu yang lebih banyak, minimal bisa memberi susu keturunannya dalam jumlah yang mencukupi.

Upaya yang  dilakukan  untuk memperbaiki rendahnya produktivitas dan meningkatkan eksistensi kerbau rawa jangka panjang dan berkelanjutan adalah:
v  Perlindungan, pelestarian dan pengelolaan ternak kerbau berkelanjutan, meliputi:
a)      Peningkatan mutu genetik kerbau rawa atau kerbau lumpur lain yang ada di Kalimantan Selatan melalui grading up,
b)      Revitalisasi dan pengembangan kawasan perbibitan ternak kerbau rakyat melalui penataan kelompok, dan
c)      Pelaksanaan biosekuriti secara tepat terutama pada kawasan perbibitan.

v  Pengadaan dan pengembangan bibit kerbau, meliputi;
a)      Melaksanakan program seleksi dan afkir (culling) secara lebih sistematis, dan
b)      Menyebarluaskan bibit unggul hasil seleksi dan telah memperoleh justifikasi dari lembaga berwenang baik pusat/ daerah.
v  Program pemuliabiakan untuk memperoleh bibit yang baik, terdiri atas:
a)      Seleksi untuk peningkatan populasi dan produktivitas,
b)      Persilangan secara sistematis dan terarah, dan
c)       Program pencatatan (recording system) terutama di lokasi yang diarahkan pembibitan dan sertifikasi bibit (Toelihere dan Achjadi, 2005).


III.               PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Ada pun kesimpulan dari makalah ini adalah:
Faktor penyebab menurunnya populasi kerbau di Indonesia tidak jauh berbeda dengan di negara-negara Asia lainnya. Penurunan produktivitas kerbau disebabkan faktor internal dan faktor eksternal.
  1. Faktor internal
a.       Masak lambat
b.      Lama bunting
c.       Berahi tenang
d.      Waktu berahi
e.       Jarak beranak yang panjang
f.       Beranak pertama
  1. Faktor eksternal
a.       Pakan
b.      Sosial budaya






DAFTAR PUSTAKA


Budi, 2007. Peningkatan Produktivitas Kerbau Lumpur (Swamp Buffalo) di Indonesia Melalui Kegiatan Pemuliaan Ternak Berkelanjutan (Review). Seminar Nasional Peternakan-Perikanan 2007. Laboratorium Pemuliaan Ternak dan Biometrika. http://disnakkeswan.lampungprov.go.id/dadam/7_peningkatan_produktifitas_kerbau_lumpur.pdf .
Dwiyanto, K. dan E. Handiwirawan, 2006. Strategi pengembangan ternak kerbau: aspek penjaringan dan distribusi. Proseding, Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan  Daging Sapi. Sumbawa, 4-5 Agustus 2006. Puslitbang  Peternakan Bekerjasama dengan  Direktorat Pembibitan Ditjen Peternakan, Dinas Peternakan Propinsi NTB dan Pemda Kabupaten Sumbawa, Bogor. Hlm 2- 13.
Hamdan, A., Suryana. 2006. Potensi Lahan Rawa di Kalimantan Selatan Untuk Pengembangan Peternakan Kerbau Kalang. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. http://balitnak.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=category&id=34:3&download=668:3&start=20&Itemid=10
Hastono, 2008. Upaya Memperpendek Jarak Beranak Ternak Kerbau Melalui Kawin Tepat Waktu. Balai Penelitian Ternak. Bogor, http://www.litbang.deptan.go.id,
Ibrahim, Lukman. 2008. Produksi Susu, Reproduksi dan Manajemen Kerbau Perah di Sumatera Barat. Jurnal Peternakan Vol 5 No 1 Februari 2008 (1 – 9). Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Andalas Kampus Unand Limau Manis Padang. http://www.uinsuska.info/faperta/attachments/094__Jurnal_%20Lukman.pdf
Murti, T. W., 2002. Ilmu Ternak Kerbau. Kanisius. Yoyakarta
Murtidjo, B. A., 1992.  Memelihara Kerbau. Kanisius. Yogyakarta
Subhan, Achmad., A. Hamdan., E. S. Rohaeni. 2005. Karakteristik Sistem Pemeliharaan Kerbau Rawa di Kalimantan. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Balai Pengkajian Trknologi Pertanian Kalimantan Selatan. http://balitnak.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=category&id=34:3&download=664:3&start=20&Itemid=10

Sulaeman. 2010. Percepatan Peningkatan Populasi dan Kualitas Kerbau Melalui Efesiensi Reproduksi. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010. Lab. Produksi Ternak Potong dan Kerja Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran Kampus Unpad Jatinangor. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/lokakarya/lkerbau11-3.pdf
Suryana, 2007. Usaha Pengembangan Kerbau Rawa di Kalimantan Selatan. Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3264073.pdf.
Triwulanningsih., E. 2007. Inovasi Teknologi Untuk Mendukung Pengembangan Ternak Kerbau. Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 2007. Balai Penelitian Ternak, Bogor. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/lokakarya/pkbo07-3.pdf
Triwulanningsih, E., E. Praharani, 2007. Karakterisasi bibit kerbau pada    agroekosistem  dataran  tinggi.  Balai  Penelitian  Ternak    Bogor, http//peternakan.litbang.depten.go.id  

2 komentar:

  1. PENGUJIAN: Ny. Ria Maulidina
    NEGARA: Indonesia
    CITY: Semarang
    MY WHATSAPP NO: +62 821-3272-6590
    PINJAMAN PINJAMAN: Rp 500.000.000
    BANK: ACCOUNT BCA No: 1750825253
    EMAIL: maulidinaria@gmail.com

    PERUSAHAAN PINJAMAN: PERUSAHAAN PINJAMAN ROLAND KARINA ELENA
    EMAIL: karinarolandloancompany@gmail.com
    WHATSAPP NO: +15857083478
    NAMA FACEBOOK: karina elena roland

    Nama saya MRS RIA MAULIDINA, saya berada dalam kekacauan keuangan, saya tidak punya pilihan selain mencari agen pinjaman online terkemuka yang menyewakan pinjaman kepada yang membutuhkan, tetapi yang saya dapatkan hanyalah sekelompok scammers karena saya percaya pemberi pinjaman kedua yang saya komunikasikan karena keputusasaan saya untuk mendapatkan uang ASAP dan itu membuat saya mengirim kepadanya satu-satunya uang yang saya miliki di bumi dan di surga, mereka terus meminta lebih banyak dan ini membuat saya marah karena saya harus menutup email itu karena saya menyadari omong kosong dan saya tidak repot-repot online untuk mendapatkan bantuan lagi, karena saya tidak percaya lagi. saya menjadi sangat kurus karena kurangnya makanan yang baik dan 2 anak saya usia 5 dan 8 juga tidak terlihat bagus selama periode COVID19 kuncian ini tidak ada perawatan yang layak sebagai akibat dari keuangan, minggu lask saya melihat teman keluarga lama suami saya dan saya mengatakan kepadanya semua yang saya telah lewati dan dia mengatakan satu-satunya cara dia bisa membantu adalah mengarahkan saya ke agen pinjaman yang baik yang juga membantunya dan dia juga menjelaskan bagaimana dia secara finansial turun dan bagaimana dia didorong oleh pinjaman ini agen KARINA ELENA ROLAND LOAN COMPANY (karinarolandloancompany@gmail.com) yang memberinya pinjaman dengan suku bunga 2% yang terjangkau dan dia lebih lanjut meyakinkan saya bahwa mereka sah dan bukan scammer dan dia juga memberi tahu saya apa yang perlu dilakukan {PERUSAHAAN PROSEDUR ADMINISTRASI} dan dia juga memberi saya alamat email yang bereputasi baik ini dan saya menghubungi mereka seperti yang diinstruksikan dan atas rahmat ALLAH YANG MAHA ESA saya juga diberikan dana pinjaman saya sebesar Rp 500.000.000 dalam waktu 2 jam setelah aplikasi saya dijumlahkan tanpa ada tekanan atau masalah Aku dan inilah sebabnya aku datang ke sini untuk memberikan kesaksian saya dan untuk membiarkan orang tahu bahwa masih ada agen pinjaman nyata dan terkemuka online. hubungi mereka melalui (karinarolandloancompany @ gmail. com) atau melalui +15857083478

    BalasHapus